Mochtar Lubis: Sosok Jurnalis Penyuara Kebenaran

Pesan dan Kanal
3 min readMar 11, 2021

--

Photo by Wikimedia

Abad ke-21 ini masyarakat menjadi lebih cerdas, lebih ‘melek’ terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar, khususnya terhadap isu-isu pemerintahan yang berkembang. Tak pelak kerja jurnalisme pun menjadi sorotan, garda terdepan sebagai penyambung lidah antara pemerintah dan masyarakat itupun diharapkan kinerja jujurnya, perannya tidak hanya sebagai media pemberitaan, tetapi juga alat perjuangan.

Membicarakan tentang kerja seorang jurnalis, mari kita tilik kembali satu tokoh jurnalis yang semoga saja kinerja jurnalistiknya, perjuangannya, keberaniannya dapat mengobarkan api semangat perjuangan dalam diri kita.

Ia adalah Mochtar Lubis, seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Ia merupakan lulusan HIS (Hollandsch Inlandsche School) dan Sekolah Ekonomi Kayu Tanam yang belajar jurnalisme dan beberapa bahasa asing secara autodidak.

Sebagai seorang jurnalis, ia dikenal sebagai jurnalis yang tidak kenal rasa takut dalam menyuarakan kebenaran dan ketidakadilan. Melihat pada kisahnya, sosoknya yang pemberani adalah buah hasil dari didikan sang ayah Raja Pandapotan Lubis yang bekerja sebagai Pangreh Praja atau Binnenlands Bestuur (BB) pemerintah kolonial Belanda, yang pada tahun 1935 pensiun sebagai Damang atau Kepala Daerah Kerinci.

Sejak kecil ia sudah dididik untuk selalu bersikap baik, jujur, suka menolong, dan menghormati orang lain. Ayahnya selalu mengajarkan kepadanya untuk berani mengungkapkan sesuatu yang dianggap benar. Pegangan itulah yang kemudian mendorongnya untuk selalu berani mengungkapkan kebenaran. Pengalamannya pada umur tujuh tahun, ketika ia menyaksikan para tahanan dihukum cambuk tepatnya di lapangan penjara belakang rumahnya membuat hatinya sakit dan trauma. Semenjak itulah kebenciannya terhadap ketidakadilan tertanam kuat dalam hatinya dan ia selalu berusaha menentang ketidakadilan.

Sejak zaman pendudukan Jepang, ia telah dalam lapangan penerangan. Ia bekerja pada radio tentara bersama Dr. Jansen sebagaia anggota tim yang memonitor siaran radio Sukutu di luar negeri untuk keperluan pemerintah pada masa itu

Menjelang penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, ia menjadi pemimpin redaksi surat kabar Indonesia Raya. Ia banyak aktif di berbagai organisasi jurnalistik luar negeri seperti Press Foundation of Asia. Di dalam negeri, ia mendirikan kantor berita ANTARA, dan majalah sastra Horison.

Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia membuat masyarakat gempar dengan beberapa berita affair. Dalam beritanya ia menguak affair yang terjadi di kalangan para pejabat negara antara lain pelecehan seksual, perselingkuhan, dan korupsi. Hingga ia pun dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, beliau tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980).

Baca Juga: Mengenal Vox Pop dan Kegunaannya

Tak ada ubahnya, setelah keluar dari jeruji besi pun ia tidak kendor dalam mengkritisi penguasa. Harian Indonesia Raya yang dipimpinnya gencar mengabarkan isu korupsi. Soeharto yang merupakan pemerintah pada masa itupun tidak tinggal diam, ia segera menginstruksikan pemberedelan Indonesia Raya, dan sejumlah surat kabar lainnya, hingga akhirnya Lubis pun kembali ditahan selama dua setengah bulan.

Pada 2 Juli 2004, Mochtar Lubis meninggal dunia. Ia seperti kata David T. Hill (pakar kajian Asia dengan spesialisasi tentang kajian Media di Indonesia) yaitu ‘seorang pembangkang’.

Kata ‘pembangkang’ ini, bolehlah kita setarakan dengan kata ‘pemberani’. Sang pemberani yang melawan apa-apa yang tidak sesuai dengan kemanusiaan.

Di masa ini, masyarakat kita tidak hanya butuh jurnalis yang andal menulis dan cakap berdeklarasi saja. Masyarakat butuh jurnalisme yang jujur, dan ya seperti ‘pembangkang’ ini yang tidak gentar menyuarakan ketidakadilan. Masyarakat butuh sosok ‘pembangkang’ yang baru.

“Saya sudah tahu –semenjak semula — bahwa jalan yang kutempuh ini adalah tidak ada ujung. Dia tidak akan ada habisnya kita tempuh” -Mochtar Lubis.

Penulis: Himatul Azqiya
Penyunting: Yohanna Christiani

Daftar Pustaka :

Atmakusumah. 1992. Mochtar Lubis Wartawan Jihad. Jakarta : Kompas. 50–52, 206.

--

--

Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!