
Kemana Arah Langkah Media Massa Konvensional di era 4.0?
Nggak kayak kamu dan aku, dunia saat ini sudah menyatu, hiks . Semua informasi di belahan dunia bagian timur bisa secara cepat diketahui oleh dunia barat, begitupun sebaliknya. Hal ini tidak terlepas dari peran media massa.
Media massa adalah wadah dalam penyebaran informasi kepada khalayak. Dalam menyebarkan informasi bisa melalui bentuk suara, tulisan, gambar, dan lainnya.
Mengenai media massa, tentunya media ini sudah mengalami perkembangan yang pesat, dulu media konvensional ( surat kabar, radio, televisi) punya daya tarik yang kuat dan jadi pilihan utama masyarakat dalam mengakses informasi.
Keadaan media konvensional sekarang gimana, ya? Keadaanya sekarang sih berbanding terbalik dari beberapa tahun yang lalu. Salah satu penyebabnya adalah internet. Teknologi yang bikin semua maha cepat bin mudah ini mampu mengubah kehidupan masyarakat dalam hal mencari informasi dan membawa peradaban manusia ke era revolusi industri 4.0. Berkat internet juga, media pun mengalami digitalisasi yang membuat banyak industri media mengembangkan sayapnya ke media digital.
Digitalisasi media sendiri membawa perubahan yang sangat besar, bahkan bos Jawa Pos, Dahlan Iskan, mengatakan nasib media konvensional dalam hal ini media cetak, hampir selesai.
Melihat pernyataan diatas, proyeksi Dahlan Iskan bisa aja bakal terwujud, karena memang ada beberapa alasan serta fenomena yang memperkuat pernyataan mantan menteri itu.
Alasan Pertama: Masifnya Penggunaan Internet di Indonesia
Kata APJII, di tahun 2017 jumlah pengguna internet di Indonesia sudah mencapai sekitar 143 juta dari jumlah penduduk indonesia yang berjumlah 262 juta penduduk. Bisa dibilang, data ini jadi bukti kalau orang-orang lebih senang mengakses informasi dari gawai-gawai mereka ketimbang membaca koran.
Alasan Kedua: Beban Biaya Produksi Industri Media Lawas
Alasan kedua bisa dilihat dari biaya produksi industri media massa lawas. Ketika mencetak surat kabar, penerbit harus mengeluarkan biaya yang lumayan besar, lho. Khususnya untuk beli keperluan cetak dan biaya cetak itu sendiri. Kertas, mesin cetak, listrik, hingga human cost menjadi biaya yang besar bila dibandingkan dengan omset atau terbitan mereka yang jumlahnya semakin menurun seiring terjadinya digitalisasi media. Tidak heran, media massa populer seperti Jakarta Globe, Harian Bola dan lainnya sampai menghentikan produksi.
Baca juga: Karena Cuan, Terbitlah Koran Kuning
Apakah dua alasan diatas dapat mewujudkan selesainya industri media massa konvensional dan lenyap dari peradaban? Kayaknya nggak juga.
Nasib media konvensional terkhusus media cetak akan tetap eksis kedepannya . Bukan tanpa alasan, media konvensional jelas punya basis penikmat sejati.
Contohnya media massa cetak. Meski dikatakan terancam seperti paragraf diatas, tapi pasar para penikmat media cetak sendiri lumayan besar. Lapisan masyarakat kelas menengah keatas, kayak karyawan, pengusaha, dan pejabat , karena mereka menyukai kualitas penyajian informasi atau berita lewat media cetak. Media cetak juga dianggap lebih kredibel dan terpercaya untuk mendapatkan beragam informasi dibandingkan sama media digital yang rawan tentang informasi hoaks.
Selain itu, radio dan televisi sebagai bagian media konvensional pun akan tetap eksis kedepan. Kenapa?
Menurut riset Nielsen pada 2017, pendengar radio masih sekitar 37 persen atau sekitar 20,2 juta penduduk di 11 kota Indonesia dengan durasi mendengar radio sekitar 129 menit per hari. Belum lagi belanja iklannya yg mencapai angka 900 milyar.
Untuk televisi sendiri, menurut Michel Wolff, kolumnis dan seorang penulis buku Television Is The New Television: The Unexpected Triumph of Old Media in the Digital Age, berpendapat bahwa dalam perihal periklanan, pasar iklan digital belum akan mengalahkan pasar iklan televisi, namun hanya sedikit mengganggu. Ya karena TV ini masih efektif dan memiliki dampak besar terhadap periklanan.
Globalisasi memang jadi sebuah fenomena bagi masyarakat dunia. Tapi, nasib media konvensional nampaknya tetap akan eksis sejalan dengan era digitalisasi media. Dari perubahan itu, hanya berganti platformnya saja. Keduanya bisa berjalan berbarengan di masa depan, sesulit apapun itu.
Penulis: Ajie Prasetya
Penyunting: Muhammad Alberian Reformansyah