Transpuan di Mata Media

Pesan dan Kanal
3 min readJul 5, 2020

Ketika kita melihat sosok lelaki yang mengubah dirinya menjadi perempuan, kita pasti langsung bisa menilai bahwa ia adalah seorang transpuan. Bisa jadi, kata ‘transpuan’ sendiri baru populer akhir-akhir ini, bersamaan dengan mendunianya gerakan LGBT yang diperingati setiap akhir bulan Juni.

Populasi transpuan di Indonesia sendiri terbilang cukup banyak. Berdasarkan data kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) tahun 2007 , jumlah populasi transpuan mencapai 3,8 juta jiwa di seluruh nusantara(Aziz & Wardi, 2018). Walaupun demikian, para transpuan di Indonesia tidak mendapat ruang di media hingga saat ini.

Konsep transpuan masih dianggap tabu oleh masyarakat Indonesia. Tidak jarang pula penggambaran sosoknya di media meleset, sehingga dapat menimbulkan beragam persepsi buruk di masyarakat.

Ditindas karena Stigma

Sama seperti kelompok minoritas lainnya, para transpuan dan LGBT lainnya juga telah mengalami persekusi, diskriminasi, serta stigmatisasi. Mereka ditindas, dilecehkan, dan mengalami diskriminasi dalam berbagai bidang seperti pekerjaan hingga akses layanan masyarakat seperti pendidikan bahkan kesehatan.

Menurut Puspitasari (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Opresi Kelompok Minoritas: Persekusi dan Diskriminasi LGBT di Indonesia”, salah satu hal utama yang mengakibatkan terjadinya penindasan tersebut adalah akibat dari praktik stigma yang ada pada masyarakat. Pandangan terhadap LGBT masih dianggap sebuah ideologi dan penyakit, bukan sebagai manusia. Sehingga tidak perlu memperlakukan mereka secara manusiawi.

Hal tersebut didukung dengan temuan LBHM (Lembaga Badan Hukum Masyarakat) yang menyatakan masih banyaknya pandangan keliru tentang kelompok LGBT. Berdasarkan data tersebut, hal yang paling umum ditemukan mengenai pandangan terhadap kelompok tersebut adalah anggapan LGBT sebagai penyimpangan, amoral, proxy war, dan ancaman bangsa.

Masih berdasarkan sumber yang sama, dari seluruh korban persekusi LGBT, kelompok transpuan merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Hal itu dikarenakan transpuan lebih mudah diidentifikasi masyarakat daripada kelompok lesbian, gay, dan biseksual.

Kaum transpuan bisa mendapatkan perlakuan yang sangat tragis akibat stigma. Belum lama ini, seorang transpuan dibakar hidup-hidup akibat dituduh pencuri hingga dimanfaatkan sebagai korban “prank sembako sampah.

Seluruh stigma tersebut diakibatkan dari efek samping pemberitaan media. Lalu bagaimana transpuan digambarkan oleh media?

Tumbal Sensasionalisme Media

Headline Pemberitaan Transpuan via antaranews.com

Sama halnya dengan kelompok minoritas lainnya, kaum transpuan menjadi korban sensasionalisme media yang berimbas pada kelahiran stigma terhadap transpuan di masyarakat.

Baca Juga: Karena Cuan, Terbitlah Koran Kuning

Survei AJI (Aliansi Jurnalis Independen) 2015 menyatakan bahwa media cenderung tidak berimbang dan kerap mengedepankan unsur sensasionalisme dengan judul-judul bombastis dalam pemberitaan transpuan. Survei yang dilakukan pada 20 media cetak dan daring periode Juli-Agustus 2015 tersebut juga menemukan bahwa adanya pelabelan yang dilakukan penulis berita karena kurangnya pemahaman terkait transpuan maupun LGBT.

Sinetron Sinema Hidayah: Waria Taubat via youtube.com

Sosok transpuan juga ditampilkan dalam sinetron-sinetron televisi. Serial FTV Hidayah misalnya, menampilkan peran transpuan dalam episode “Waria Taubat” sebagai tokoh utama.

Dalam sinetron religi tersebut, transpuan diceritakan berasal dari perilaku anak laki-laki yang ‘feminim’, dengan penggambaran sifat cengeng, tidak suka bermain ‘permainan maskulin’ (bermain pedang-pedangan, dll.) dan lebih suka merias diri. Sinetron tersebutkemudian menceritakan bagaimana seorang transpuan menjadi ‘normal’ kembali dengan melaksanakan sebuah ritual keagamaan.

Dampaknya, persepsi masyarakat terhadap transpuan tersebut berujung pada kekeliruan hingga terbentuknya stigma yang sangat meleset dari diri transpuan itu sendiri.

Manusia yang Tidak Dianggap Manusia

Berbagai persepsi dan stigma terhadap transpuan tidak terlepas dari efek media. Melalui pemberitaan dan sajian sinetron yang menggambarkan sosok transpuan dengan tidak maksimal dan mendukung persepsi mayoritas masyarakat, transpuan terasing dan dikucilkan.

Sejatinya transpuan juga manusia yang berhak hidup tanpa penindasan dan gangguan dari lingkungannya serta berhak mendapatkan akses yang sama dengan mayoritas masyarakat. Pentingnya edukasi dan pengertian tentang LGBT nampaknya krusial untuk menangkis stigmatisasi masyarakat, juga untuk memahami mereka secara manusiawi.

Penulis: Muhammad Alberian Reformansyah

Daftar Pustaka:

Aziz, A. and Wardi, M., 2018. Pemberitaan Media Tentang Transgender Perempuan di Madura. Kanal, 7(1), pp.23–29.

Puspitasari, C.I.I., 2019. OPRESI KELOMPOK MINORITAS: PERSEKUSI DAN DISKRIMINASI LGBT DI INDONESIA. Takammul: Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak, 8(1), pp.83–102.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Pesan dan Kanal
Pesan dan Kanal

Written by Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!

No responses yet

Write a response