Podcast: Ketika Radio Bersahabat Dengan Internet

Pesan dan Kanal
4 min readJan 29, 2020

Ditulis oleh: Jordhie Beally Korua
Disunting oleh: Alberian Reformansyah

Reformasi telah membuat industri media Indonesia berkembang pesat. Dalam kurun waktu dua puluh tahun, Indonesia sudah memiliki lebih dari 1152 media elektronik maupun cetak, itu pun baru jumlah yang terdaftar dan terverifikasi Dewan Pers. Jumlah ini jelas meningkat dari tahun 1998 yang pada saat itu Indonesia hanya mempunyai lima perusahaan televisi nasional dan puluhan media cetak. Seharusnya, ribuan media yang ada pada saat ini dapat menyediakan konten yang variatif kepada khalayak. Nyatanya, konten yang disajikan relatif sama. Karena itu, sudah menjadi sebuah keniscayaan ketika masyarakat pada akhirnya jenuh dengan konten-konten media mainstream.

Sejumlah kalangan sudah mencoba untuk mengembangkan media alternatif dari berbagai platform (radio,cetak, televisi) untuk menjawab kejenuhan tersebut. Namun, seringkali mereka mengalami kesulitan dalam segi modal. Media alternatif baru harus banting tulang agar dikenal dan akhirnya dipercayai oleh khalayak yang tentu membutuhkan materi dan ide yang cukup banyak. Mereka juga harus bersaing dengan media mainstream yang
sudah “settle” di pasar media. Tetapi, media alternatif maupun mainstream akan tetap mati oleh teknologi bernama Internet, yang mampu menyediakan konten beragam dari media sosial.

Internet, Juru Selamat Radio

Dalam segi produksi konten, media mainstream cenderung lebih mementingkan keuntungan dan rating, sehingga lebih mengutamakan konten yang dianggap menjadi perhatian masyarakat berdasarkan penilaian rating. Pada radio media mainstream misalnya, hampir sebagian besar cenderung memiliki format yang sama. Pemilik radio lebih mencari aman, dengan menyiapkan format yang sudah pasti disukai banyak pendengar, kalau perlu dari segala segmentasi khayalak. Hasilnya, konten radio mainstream terkesan monoton. Kalau nggak playlist, ya talkshow penyiar-artis. Ditambah pengaruh pemilik media yang mencampurkan kepentingannya di konten media mereka juga menjadi faktor khalayak untuk
mematikan TV hingga Radio dan berbondong-bondong migrasi ke dunia digital.

Kemampuan internet tersebut tentu membuat media radio mainstream mulai resah, terancam ditinggalkan pendengarnya. Belum selesai menyelesaikan masalah dengan keberadaan TV, radio “dihantam” keberadaan internet yang membuat masalah makin ruwet. Khalayak lebih tertarik mengakses konten yang beragam di internet hingga akhirnya mulai berjarak dengan media radio. Pada akhirnya, radio berhadapan dengan realita kemampuan internet yang mengalahkan media-media konvensional dari segi aksesibilitas hingga konten. Pilihannya hanya mati atau adaptasi.

Namun, sejak munculnya radio pada tahun 1920-an hingga TV sudah populer di masyarakat, siaran radio tidak pernah benar-benar menghilang. Sebagaimana Roger Fidler berpendapat dalam bukunya yang berjudul Mediamorfosis: Memahami Media Baru, bahwa kehadiran media dengan teknologi baru (internet) tidak serta merta mematikan media lama (TV, radio, surat kabar, dll.). Radio masih bisa ‘hidup’ asal dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi (Fadilah dkk,
2017).

Podcast: Radio Milik Semua

Kehadiran internet kembali membunyikan lonceng peringatan bagi
keberlangsungan media radio. Namun, internet tidak hanya menjadi ancaman untuk radio, melainkan sebuah peluang yang harus segera dimanfaatkan.

Konten audio yang jugamerupakan basis konten radio, berpotensi untuk dikembangkan di ranah internet. Selain ‘menyambungsiarkan’ program melalui live streaming di situs radio online, program-program radio juga dapat didistribusikan melalui media sosial atau secara podcast. Podcast sendiri sudah mulai berkembang di Indonesia saat ini. Istilah ini secara sederhana diartikan sebagai materi audio atau video yang tersedia di internet yang dapat secara otomatis dipindahkan ke komputer atau media pemutar portable baik secara gratis maupun berlangganan (Straubhaar dkk, 2012) .

Sekarang, konten podcast cukup berkembang di Indonesia. Mulai dari berita,
wawancara, hingga feature atau dokumenter yang jenisnya semakin beragam dan dikembangkan oleh perusahaan media maupun individu. Adapun contoh podcast yang dikembangkan perusaha media podcast KBR.id yang bisa diakses melalui situsnya, KBR Prime. Dalam podcast tersebut, KBR menyediakan segala program berita hingga feature yang dapat diakses oleh khalayak kapan saja.

Kemunculan podcast juga membuka akses untuk semua orang menciptakan konten (user generated content), sehingga seseorang yang tidak terikat pada sebuah perusahaan media juga bisa memproduksi konten yang berbasis audio ala radio dengan ongkos yang murah. Dengan modal smartphone yang dilengkapi perekam audio, siapa pun dapat membuat podcast dan mengunggahnya di platform media sosial secara bebas.

Contohnya Podcast Awal Minggu milik Adriano Qalbi, seorang stand-up comedian Indonesia yang mengunggah karyanya melalui platform media sosial Soundcloud dan Spotify. Dalam podcast-nya, Ia mengunggah konten-konten komedi yang berbentuk talkshow atau keluhannya terhadap sesuatu. Adriano aktif menjadi podcaster sejak tahun 2015 hingga saat ini. Sekarang akunnya diikuti 12 ribu orang di Soundcloud dan memiliki total 261 track, yang sekarang menduduki peringkat 35 dalam kategori Top Podcast dalam skala nasional di Spotify.

Masih banyak podcast yang dikelola individual/kelompok non-perusahaan media yang terus mengembangkan karya-karya mereka. Hal ini menjadi bukti bahwa internet tidak hanya menyelamatkan radio, tetapi juga memberi kebebasan semua kalangan untuk menciptakan kontennya sendiri.

Potensi Podcast Buat Kamu

Podcast sebagai media audio yang memiliki karakter media radio, yaitu personal dan memiliki nilai theatre of mind. Pendengar radio akan merasa dekat dengan apa yang disampaikan oleh penyiar secara akrab. Tidak adanya visualisasi konten dalam radio justru menjadi keunikan. Pendengar dapat membayangkan apa yang diceritakan atau disampaikan oleh penyiar dengan imajinasi masing-masing, sehingga konten tidak kaku dan fleksibel.
Pemakanaan konten bergantung dengan apa yang pendengar imajinasikan.

Hal yang paling penting, internet bisa mengabadikan konten-konten radio. Di radio konvensional, konten yang telah disiarkan tidak bisa diulang lagi sesuai keinginan pendengarnya. Dengan adanya Podcast, pendengar bisa mengakses kapan saja konten-konten tersebut.

Di Inggris, podcast sudah melekat pada industri media seperti Radio BBC. Mereka memanfaatkan podcast untuk memudahkan akses pendengarnya, sehingga khalayak dapat menikmati konten kapanpun yang mereka mau. Di Indonesia sendiri, sudah ada yang memanfaatkanb podcast untuk mendokumentasi beberapa programnya, seperti yang dilakukan RRI dan KBR. Namun menurut penulis, pemanfaatanya belum optimal. Podcast
masih harus terus dipopulerkan di Indonesia.

Sumber:
1. Podcast sebagai Alternatif Distribusi Konten Audio. Jurnal Kajian Jurnalisme, 1(1). oleh Fadilah, E., Yudhapramesti, P. and Aristi, N., 2017.2. Media now: Understanding Media, Culture, and Technology. Cengage Learning. oleh Straubhaar, J., LaRose, R. and Davenport, L., 2013.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Pesan dan Kanal
Pesan dan Kanal

Written by Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!

No responses yet

Write a response