
Pentingnya Komunikasi Publik di Masa Krisis
Saat ini pandemi Covid-19 sudah memasuki bulan ketiga di Indonesia. Meskipun sudah berlangsung dalam beberapa bulan nyatanya semua belum baik-baik aja. Per 16 Mei 2020, sudah ada 17.025 orang di Indonesia yang positif terkena Covid-19. Banyak orang dibuat menjadi sangat bosan dan stres akibat pandemi ini.
Tetapi di balik hal seperti ini banyak juga masyarakat yang tidak patuh imbauan dari pemerintah. Beberapa kejadian terbaru seperti kumpulan orang di McD Sarinah sampai aktivitas penumpang di Bandara Soekarno-Hatta bikin semua tambah ruwet. Kesadaran yang rendah ini bukan tanpa alasan, menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef), salah satu faktornya adalah akibat komunikasi publik yang kurang efektif kepada masyarakat.
Sampai saat ini, banyak komunikasi publik yang diambil oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah terkesan tidak jelas bahkan terkesan membingungkan masyarakat. Salah satu contohnya,Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang mengusulkan kebijakan karantina total namun ditolak pemerintah pusat. Belum lagi banyak kasus lain yang terjadi selama pandemi ini. Beberapa hal tersebut menegaskan setidaknya komunikasi publik memiliki peran penting di masa krisis ini.
Nah, Model komunikasi publik Crisis and Emergency Risk Communication (CERC) bisa dijadikan solusi dalam menghadapi masa krisis ini. Dijelaskan bahwa Crisis and Emergency Risk Communication (CERC) merupakan rangkaian dari beberapa jenis ilmu.
Menurut Glik (2007) CERS terdiri dari ilmu komunikasi risiko lingkungan, manajemen bencana, promosi dan komunikasi kesehatan, serta studi media dan komunikasi. CERC mencampurkan strategi komunikasi risiko (risk communication) — umum digunakan pemerintah dan komunikasi krisis.
Teori CERC ini menjelaskan bahwa publik memiliki hak dalam menerima informasi yang akurat tentang krisis yang terjadi sehingga informasi harus bersifat lengkap agar publik sadar dan mampu membuat keputusan yang rasional. Komunikasi menjadi alat supaya publik memiliki pedoman guna mengurangi resiko.
Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center of Disease Control and Prevention, CDC) sudah menggunakan model ini sebagai panduan dasar.
Ada beberapa tahapan komunikasi berkelanjutan dalam model CERC:
- Sebelum krisis (pre-crisis),
- Awal krisis (initial event),
- Selama krisis (maintenance),
- Resolusi (resolution),
- Evaluasi (evaluation).
Pada tahap sebelum krisis, pemerintah berkomunikasi dengan publik untuk memberikan pengetahuan awal agar publik memahami dan menyiapkan diri terhadap krisis yang dihadapi. Tujuan komunikasi pra-krisis ini untuk meningkatkan kepercayaan diri publik dan juga mengajak semua pemangku kepentingan (lembaga pemerintah, pemerintah daerah, dan organisasi sipil) untuk mengkomunikasikan hal yang sama.
Sinergi dan koordinasi antar komunikator utama jadi faktor penting fase ini. Contoh terbaik ketika CDC di Amerika Serikat menanggulangi wabah ebola tahun 2015. Saat itu CDC berhasil mensinergikan lembaga-lembaga pemerintah dan menjadi otoritas tunggal untuk memberikan informasi kepada publik.
Kemudian, di fase awal krisis, pemerintah perlu menyediakan informasi melalui satu pintu. Ini guna memudahkan sirkulasi dan mencegah kesimpangsiuran berita, apalagi marak banget berita hoaks. Pemerintah perlu menyusun pesan seksama supaya publik paham tentang krisis yang terjadi, konsekuensi, dan antisipasinya nanti. Hal lain supaya publik selalu siaga nantinya.
Pada fase krisis, pemerintah wajib menyampaikan informasi terbaru secara berkala agar masyarakat yakin krisis dapat dilewati. Pemerintah perlu melakukan ini, caranya memaparkan penanggulangan keadaan darurat, mengkoreksi rumor, misinformasi dan hoaks, serta menjabarkan rencana pemulihan paska krisis.
Di masa resolusi setelah krisis berakhir, pemerintah perlu melakukan komunikasi supaya meningkatkan rasa solidaritas dan memahami krisis yang telah terjadi. Terakhir, komunikasi tahap evaluasi akan menghasilkan konsensus atau kesepakatan dan pembelajaran menghadapi kejadian semisal di masa depan.
Meskipun saat ini sudah lumayan telat, Menurut Whisnu Triwibowo — dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia — dalam tulisannya di media The Conversation, komunikasi publik ini masih bisa diperbaiki guna menyelesaikan pandemi ini secara cepat.
Solusinya, perlu koordinasi antar pemerintah daerah maupun pusat sehingga cuma ada satu pesan komunikasi dan itu tidak membuat kesimpangsiuran. Selanjutnya diperlukan komunikasi publik terus menerus dan terintegrasi supaya menekan atau mengontrol perilaku masyakarat atau publik yang sudah menyerah dengan keadaan ini. Informasi pemerintah harus menguasai ruang publik dan jangan sampai masyarakat malah panik atau tidak percaya dengan informasi dari pemerintah.
Untuk itu memang perlu banget komunikasi publik di masa krisis begini, supaya menjadikan masyarakat tetap tenang dan disiplin. Semua akan cepat berlalu apabila terjalin kerjasama yang baik antar pemerintah dan masyarakat di Indonesia.
Jangan lupa jaga kesehatan dan tentunya tetap di rumah aja sambil pantengin Pesan & Kanal ya!
Penulis: Ajie Prasetya
Penyunting: Muhammad Alberian Reformansyah
Daftar Pustaka:
Glik, Deborah. 2007. Risk Communication for Public Health Emergencies. Annual Review of Public Health Vol. 28:33–54. USA: School of Public Health, University of California.