
Ngelirik Toleransi Umat Beragama di Segaran, Dlanggu, Mojokerto
Toleransi dan saling menghargai merupakan wejangan yang paling banyak diagungkan apabila kita dihadapkan dengan kemajemukan. Meski banyak digemborkan, akan tetapi tidak serta merta mudah dilakukan. Apalagi, setiap individu memiliki ego diri yang kudu dituntaskan, dan mengesampingkan ego diri untuk didampingkan dengan kepentingan orang lain bukan perkara yang mudah.
Ngomongin tentang kemajemukan, mari kita pelintir sedikit esensinya dengan fenomena kemajemukan di Indonesia. Indonesia merupakan negara bermacam ragam, dimana masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, tradisi, dan budaya.
Dengan demikian, maka bekal yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia adalah sikap toleransi dan saling menghargai, lantaran ketika semua kalangan masyarakat menerapkan kedua hal tersebut, maka dapat tercipta kehidupan yang rukun.
Salah satu contohnya adalah kemajemukan agama yang terjadi di Segaran, sebuah dusun yang terletak di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Dusun ini terdiri dari penduduk dengan pemeluk agama Islam sebanyak 70% dan agama Kristen sebanyak 30%.
Kebayang nggak sih, terkadang hidup di dusun yang hanya punya satu agama yakni Islam aja masih sering bersitenggang, hanya karena adanya dua ormas dalam satu bloknya, seumpama Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Sedangkan di Segaran ini bukan lagi sekadar perbedaan ormas, melainkan agama, yang kancahnya tentu di atas ormas. Kalau nggak mau menilik lebih dalam, mungkin kita bakal mengira kalau kehidupan di Segaran ini akan penuh dengan kesemerawutan, mengingat pada kemajemukan agamanya, tapi ternyata tidak pada kenyataannya, justru tercipta kehidupan masyarakat yang rukun.
Kok Bisa?
Merujuk pada jurnal yang berjudul “Toleransi Antarumat Beragama Dalam Memperkokoh Persatuan Dan Kesatuan Bangsa (Studi Kasus Umat Islam Dan Kristen Dusun Segaran Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto)” karya Lely Nisvilyah tahun 2013, dijelaskan kalau kehidupan yang harmonis di Dlanggu ini nggak terlepas dari berbagai faktor. Terutama, ketersediaan tempat dan waktu untuk umat beragama melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya masing-masing secara aman. Tempat ibadah yang ada di Dusun Segaran, Kecamatan Dlanggu, ini berupa Masjid Sabilun Najah dan Gereja Kristen Jawi Wetan .
Penelitian yang dilakukan Lely itu menunjukkan bahwasannya, dasar dari terbentuknya toleransi antar umat beragama di Segaran itu ada beberapa faktor, pertama karena nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing agamanya.
Dalam agama Kristen diajarkan hukum kasih yang berbunyi:
(1) kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu,
(2) kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.
Sementara dalam agama Islam, juga diajarkan nilai-nilai toleransi seperti yang terdapat pada surat Al Kafirun ayat 6 yang berbunyi
“Lakum Diinukum Waliyaddin” yang artinya untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. Selain itu, ajaran agama Islam selalu mengingatkan manusia bahwa seluruh umat manusia diciptakan Allah berbeda-beda, karena dijadikan oleh-Nya berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, biar manusia saling mengenal dan saling menghormati.
Kedua, kemanusiaan dan nasionalisme masyarakat Segaran yang memang sudah membudayakan budaya gotong royong dan kerukunan sebagai wujud kebutuhan bersama.
Ketiga, nilai historis. Sejak dahulu, masyarakat di Dlanggu memang sudah saling menghormati satu dengan yang lainnya. Hal itu berkesinambungan pada warisan nenek moyang dari Mbah Samodin Simson.
Keempat, adanya nilai keteladanan tokoh masyarakat. Hal ini bisa tercerminkan dari kemampuan kepala Dusun Segaran dalam mengayomi masyarakatnya. Seperti dengan memberikan waktu dan tempat ibadah pada masing-masing agama, memberikan sambutan-sambutan sebagai bentuk toleransi pada event rapat, RT, PKK, atau dalam rangka perayaan seperti Natal dan Halal bi Halal.
Kelima, nilai kesabaran. Walaupun terdengar simple, hidup berdampingan di lingkungan masyarakat yang heterogen tentunya butuh kesabaran agar tercipta kerukunan, mengingat setiap individu memiliki kepentingan dan kebebasan sendiri-sendiri.
Seperti desa pada umumnya, masyarakat Islam di Segaran juga mengadakan kegiatan Tahlil bapak-bapak, Tahlil putri, Jamiyah Diba’, Khataman dan pengajian. Sedangkan, umat Kristen di Segaran juga menyelenggarakan acara macam kegiatan kebaktian keluarga dan ibadah tiap hari Minggu di Gereja. Bentuk toleransi sosial mereka berbentuk kerjasama antar umat Islam dan Kristen di Dusun Segaran, seperti gotong-royong, donor darah, kegiatan 17 Agustus, PKK dan rapat RT.
Saat Ramadhan, umat Islam akan meminta izin pada umat Kristen agar bisa saling menghargai dengan bedug sahur dan kumandang tadarus Al-Quran. Begitu pula dengan acara-acara keagamaan lainnya, masing-masing agama itu akan saling meminta izin, demi berlangsungnya kelegawaan dalam kehidupan bermasyarakat.
Perbedaan itu indah guys, jika di dalamnya dilandasi dengan sikap toleransi dan saling menghargai.
Penulis : Himatul Azqiya
Penyunting : Yohanna Christiani
Daftar Pustaka:
Sumber : Nisvilyah, L. 2013. Toleransi Antarumat Beragama Dalam Memperkokoh Persatuan Dan Kesatuan Bangsa (Studi Kasus Umat Islam Dan Kristen Dusun Segaran Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto). Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 1(2), pp.382–396