Photo by Steve Buissinne from Pixabay

Kenapa Kominfo Hobi Blokir?

Pesan dan Kanal
4 min readApr 27, 2021

Siapa yang di sini suka blokir mantan? Pastinya sebagai pengguna internet ataupun media sosial, kita nggak asing lagi sama kata blokir. Blokir sendiri bisa diartikan tindakan yang dilakukan untuk menghentikan oknum tertentu dalam mengakses atau menyebarkan informasi.

Pemblokiran sih biasanya terjadi di sebuah situs web atau kanal dan dilakukan berdasarkan alamat IP sehingga ujungnya si pengguna gabakal bisa membuka atau mengakses situs web tersebut.

Tapi, bukan cuma kita yang doyan memblokir nih, Pemerintah ternyata juga suka memblokir. Bedanya yang diblokir bukan mantan.

Buktinya beberapa waktu lalu masyarakat sempat dihebohkan dengan berita Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang akan memblokir platform media sosial Telegram. Tentunya masalah ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama bagi para pengguna setia Telegram.

10 Tahun Ahli Blokir

Kalo kita cek ke belakang, sebenarnya Kominfo sendiri udah lama mengandalkan sistem blokir, tepatnya dimulai sejak tahun 2010. FYI, dalam menyingkirkan konten-konten negatif yang bertebaran di internet Kominfo menggunakan aplikasi TRUST+Positif, yaitu sebuah aplikasi yang berisi ketersediaan pencarian data tertentu, selain itu masyarakat juga bisa menggunakan aplikasi ini untuk melakukan pengaduan jika menemukan konten-konten negatif dan hoax.

Kominfo punya alasan sendiri kenapa suka blokir situs-situs tertentu, yang jelas bukan karena benci sama mantan. Pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo bertujuan untuk mencegah penyebaran situs yang bermuatan ponografi, SARA, narkoba, penipuan, perjudian, ataupun kegiatan ilegal lainnya.

Selain itu, alasan lainnya Kominfo juga ingin mencegah kegiatan phising hingga malware yang bisa berdampak buruk bagi pengguna internet. Secara singkat phising berasal dari kata fishing yang artinya memancing, sehingga diartikan sebagai sebuah tindakan memancing target dalam memperoleh informasi pribadi seseorang atau organisasi tertentu seperti User ID, password, serta data-data sensitif lainnya.

Berbeda dengan phising, malware biasanya berbentuk aplikasi atau software yang dibuat untuk menyusup atau merusak sebuah sistem komputer secara diam-diam. Penutupan situs-situs yang dilakukan oleh pemerintah ini kadang bersifat sementara dan permanen juga. Baik phising atau malware, dua-duanya bikin masyarakat merugi dan Kominfo memang wajib untuk melindungi masyarakat.

Bentuk pemblokiran lain yang sempat viral di Indonesia adalah pemblokiran situs film ilegal, IndoXXI. Pemblokiran ini tentunya menuai banyak pro-kontra, terutama bagi kalangan yang memang senang menonton film secara gratis. Kehadiran situs IndoXXI dan situs film ilegal lainnya memang merupakan penyelamat bagi kalangan yang ingin menonton film secara gratis, namun bagi para pekerja industri perfilman hal ini sangat merugikan pihak mereka. Padahal dengan menonton film di situs web online seperti IndoXXI merupakan salah satu contoh pembajakan dan tindakan ilegal sehingga Kominfo memiliki wewenang untuk melakukan pemblokiran.

Dalam melakukan berbagai kegiatan pemblokiran ini, emang gimana sih prosedur yang harus Kominfo lakukan? Kegiatan pemblokiran ini tentunya nggak segampang yang kita kira, ada beberapa prosedur yang harus dipenuhi dan didasarkan pada bukti yang kuat sehingga situs-situs tersebut nggak bisa mengelak lagi.

Ada peraturan yang menjadi landasan untuk proses pemblokiran yang dilakukan. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tanggal 17 Juli 2014, yang berisi tentang beberapa pasal mulai dari pelaporan hingga normalisasi pemblokiran. Berikut adalah tata cara dari pemblokiran yang dilakukan oleh Kominfo:

Pertama, Kominfo akan menerima laporan mengenai situs internet dan akun sosial media yang bermuatan negatif seperti privasi, pornografi anak, kekerasan, SARA, hingga yang melanggar UU ITE.

Kedua, pihak Kominfo yang terdiri dari PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) akan melakukan penyelidikan atas aduan situ-situs dan sosial media tersebut.

Ketiga, berdasarkan aspek hukum akan dilakukan evaluasi oleh pihak ketiga seperti semisal ada konten bersifat radikalisme, pornografi dan lainnya.

Keempat, Direktur Jenderal akan menempatkan situs domain yang bermuatan negatif ke dalam aplikasi TRUST+Positif sehingga situs tidak bisa diakses lagi oleh pengguna.

Blokir Harga 200 Milyar

Dalam melakukan pemblokiran, Kominfo menganggap punya cara jitu agar pelaku pembuat situs-situs berkonten negatif tidak berkeliaran terus-menerus. Seperti menggunakan mesin pengais (crawling) yang berfungsi untuk menangkal konten-konten negatif di internet atau lebih dikenal dengan mesin AIS.

Mesin bernilai Rp200 Miliar ini menjadi pembantu kerja Kominfo untuk memblokir konten-konten negatif secara langsung dan cepat. Beroperasi sejak 2018, Mesin AIS ini selalu melakukan patroli terhadap pergerakan yang terjadi di dunia maya untuk menemukan konten-konten negatif, isu-isu hoax yang berkeliaran serta selalu aktif melakukan pengawasan akan trending yang sedang terjadi untuk ditindak lanjuti apabila terdapat indikasi negatif.

Beragam tindakan pemblokiran itu tentu aja baik jika emang murni bertujuan melindungi masyarakat. Kominfo punya wewenang atas hal ini. Tapi, semoga kasus kayak pemblokiran internet di Papua, pemblokiran Netflix, dan pemblokiran yang nggak penting lainnya jangan sampe terulang.

Pemblokiran bukan kunci jawaban atas semua permasalahan. Edukasi dan sosialisasi bisa menjadi solusi lain akan sebuah masalah di dunia maya. Apalagi udah jadi rahasia umum bahwa sekuat apapun Kominfo memblokir, VPN jadi jalan rahasia yang bisa dipake oleh masyarakat untuk mengakses sebuah situs yang pengen dicari~

Penulis: Dini Widya Larasati & Indira Kirani Putri

Penyunting: Ajie Prasetya

--

--

Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!