
Joseph Goebbels: Leluhur Para Buzzer
Kalian pasti nggak asing lagi dengan yang namanya public speaking. Kegunaan skill komunikasi yang satu ini banyak banget manfaatnya. Simple-nya, public speaking mengajarkan bagaimana berbicara di depan umum secara lancar dengan nada yang meyakinkan agar pesan yang disampaikan bisa mengubah persepsi orang yang mendengarkan.
Dengan public speaking, kita juga bisa melakukan kampanye atau propaganda. Propaganda sendiri adalah komunikasi yang digunakan untuk memengaruhi audiens yang biasanya pesannya tidak objektif dan secara selektif menyajikan fakta untuk mendorong sintesis tertentu untuk menghasilkan respons emosional daripada respons rasional.
Nah, Tokoh public speaking itu banyak banget, salah satunya adalah Joseph Goebbels yang dikenal dengan skill-nya dalam berpropaganda.
Terinspirasi Hitler
Joseph Goebbels adalah seorang politikus penting dari partai Nazi. Sebelum jadi orang penting dan menjadi teman Hitler, Goebbels lahir di keluarga Katolik yang sangat religius pada tanggal 29 Oktober 1897 di kota Rheydt di Jerman. Pria dengan nama lengkap Paul Joseph Goebbels ini adalah anak ketiga dari lima buah hati pasangan Friedrich Goebbels dan Katharina Maria Odenhausen.
Di masa mudanya, Goebbels berhasil mendapat gelar doktor dalam Filologi Jerman (Sastra Jerman) pada tahun 1921 dan mulai terjun ke dunia jurnalistik, memperdalam sastra, dan menulis novel. Doi menikah dengan istrinya, Magda Goebbels, pada tahun 1931 memiliki 5 anak kandung perempuan, 1 anak kandung laki-laki, dan 1 anak tiri laki-laki. Kemudian pada tahun 1940, Goebbels berhasil menulis 14 buku.
Goebbels mulai “terpincut” dengan karisma Adolf Hitler di tahun 1924. Dari kekagumannya itu, Goebbels menganggap Hitler sebagai mentornya ketika ia memilih terjun ke politik dan bergabung ke Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (Partai Pekerja Nasional Sosialis Jerman) yang populer dengan sebutan Nazi.
Ia mulai jadi kader pada Desember 1924, dan pada tahun yang sama juga, sastrawan andal ini resmi bergabung dengan partai Nazi dan menjadi administrator distrik dari cabang partai di Elberfeld, Jerman. Akhirnya, ia mendapat kesempatan bertemu dengan Hitler dan dilantik langsung olehnya pada tahun 1926 sebagai pemimpin distrik di Berlin.
Goebbels tetap di posisi itu sampai Hitler naik jabatan menjadi diktator Jerman. Setelah dilantik sebagai diktator pada tahun 1933, Ia naik pangkat menjadi Menteri Propaganda Nazi (Minister for Public Enlightenment and Propaganda) karena kepandaian Goebbels berbicara di depan umum. Sebagai Menteri Propaganda, Goebbels mengontrol informasi yang ada pada siaran pers, teater, film, sastra, musik, bahkan seni rupa di Jerman dan seluruh wilayah yang diduduki Nazi.
Manipulator Media
Peran propaganda Joseph Goebbels di Nazi banyak banget. Selama bekerja sebagai propagandis andal untuk Hitler, ia memiliki teknik jitu propaganda yang dikenal dengan Argentum ad nausem atau teknik Big Lie (kebohongan besar). Prinsip dari tekniknya itu adalah menyebarluaskan berita bohong atau hoax sebanyak mungkin hingga kebohongan tersebut dianggap sebagai kebenaran oleh rakyat. Hal yang sepele, tetapi efeknya sangat mematikan.
Nah, hoaxes seputar Nazi dan politik itu diperluas oleh Goebbels melalui media massa yang ia percaya akan sangat cepat untuk “mencuci otak” massa. Goebbels mulai menciptakan kabar burung seperti dalam majalah Das Rich edisi 16 November 1941 yang kurang lebih isinya adalah “Orang-orang Yahudi menginginkan perang, dan sekarang mereka memilikinya.” Propaganda yang mengikuti skema Nazi itu dimaksudkan untuk mengalihkan kesalahan perang dunia ke Yahudi Eropa.
Selain majalah, informasi hoaks itu ia sebar juga lewat radio, siaran berita di televisi, majalah, dan surat-surat kabar, yang kebetulan merupakan sektor-sektor yang dikuasai Kementerian Propaganda. Sesuai dugaannya, semua hasil manipulasi informasi itu dengan mudah dipercaya massa Jerman.
Selain melalui media massa, ia juga melembagakan demonstrasi partai yang memainkan peran penting dalam mengubah massa menjadi Nazisme dan menyebarkan propaganda sejenis lewat pidato. Disinilah skill public speaking yang dimiliki Goebbels mulai terlihat.
Kemahirannya dalam berbicara di depan publik berhasil ngibulin rakyat Jerman lewat nada dan cara bicaranya yang meyakinkan hingga mimik muka, meskipun topik yang ia bawakan adalah berita bohong Nazi. Taktik jitu Goebbels agar kebohongan itu terlihat meyakinkan adalah dengan sering melatih cara ia berpidato dengan berdiri di depan cermin, cara yang udah biasa dipakai oleh semua komunikator public speaking.
Mati Tragis
Goebbels wafat secara tragis di usia 47 tahun bersama keluarganya pada 1 Mei 1945 saat Jerman berada di ujung tanduk. Meskipun sudah tutup usia, Goebbels masih dikenal dunia bukan hanya sebagai menteri yang bekerja untuk Hitler, tetapi juga sebagai pelopor dan pengembang teknik propaganda modern yang ilmunya masih dipakai sampai sekarang. Buzzer-buzzer di Twitter salah satu contohnya.
Ia juga terkenal dengan quotes-nya yang berbunyi,
“If you tell a lie big enough and keep repeating it, people will eventually come to believe it,”
yang artinya jika kita menyebarkan kebohongan besar berulang-ulang kepada publik, Kebohongan itu akan diterima sebagai kebenaran. Mirip kayak fenomena di Indonesia yang viral kemarin-kemarin, ya?
Penulis : Alfiany Devi Gracia
Penyunting: Muhammad Alberian Reformansyah
Daftar Pustaka:
Majalah Angkasa. 2005. “Kedigdayaan Nazi Jerman (1933–1945)