Jeratan Filter Bubble: Apakah Kamu Salah Satunya?

Pesan dan Kanal
6 min readMay 10, 2021

Pasti diantara kamu tidak asing melihat beranda sosial media yang berisi informasi terkait dengan topik yang kamu sukai atau topik-topik yang menarik perhatian sehingga kamu merasa sosial media sangat mendukung opini pemikiran bahkan keadaan kamu saat ini.

Apakah fenomena itu termasuk kebetulan?

Hmmm tentu saja bukan.

Fenomena ini dinamakan filter bubble, sebuah istilah yang menggambarkan bagaimana algoritma menentukan sudut pandang informasi apa saja yang kita sukai di internet lalu dipersonalisasi berdasarkan klik, perilaku likes, block, follow/unfollow, mute dan share di masa lalu atau bisa jadi urutan konten yang tampil pada timeline kita bukan lagi bergantung pada kapan gambar tersebut di post akan tetapi seberapa banyak likes dari teman-teman maupun orang-orang di lingkungan sosial media kita.

Aktivis internet Eli Pariser adalah orang pertama yang menggunakan istilah filter bubble. Eli Pariser, melihat ada kejanggalan yang berbahaya dari sistem algoritma yang menciptakan sebuah “gelembung besar” yang membuat seseorang terisolasi secara intelektual.

Tentunya, filter bubble ini mempunyai tujuan utama serta berfungsi sebagai algoritma media sosial. Salah satu contoh yang sudah sering dikenal menggunakan sistem ini adalah Facebook. Tujuan media sosial kembangan Mark Zuckerberg ini adalah untuk memudahkan melacak data, yang tentu saja sangat bermanfaat untuk industri periklanan untuk menyasar pasarnya.

Ternyata, hal itu tak cuma terjadi di Facebook dan media sosial lainnya, mesin pencari seperti Google juga melakukan hal yang sama. Lary Page, Chief Executive Google pernah bilang: “Mesin pencari utama akan mengerti dengan tepat apa yang Anda maksud, dan mengembalikan apa yang Anda inginkan.”Eric Schmidt, Executive Chairman of Google, bahkan meramal suatu hari nanti orang-orang bisa bertanya kepada Google tentang perguruan tinggi mana yang harus mereka ajukan, atau buku apa yang akan dibaca selanjutnya.

Adapun cara kerja filter Bubble adalah melakukan tracking mengenai topik yang sering kamu cari lalu media sosial maupun mesin pencari akan menyeleksi, menyuguhkan dan menyarankan konten berdasarkan ketertarikan penggunanya sehingga membuatmu betah.

Mereka juga menampilkan konten relevan yang telah diunggah oleh orang-orang yang berada di sekitarmu, walaupun kamu dan temanmu mengetikkan keyword yang sama, hasil yang muncul akan pasti berbeda setelah itu penyuntingan konten yang membuat penggunanya tidak nyaman dan tidak tertarik akan di filtered out.

Ditujukan untuk Keperluan Marketing

Filter bubble awalnya digunakan untuk membantu kegiatan sehari-hari, terutama untuk mendukung usaha-usaha mengekspos bisnisnya lewat SEO (Search Engine Optimization) serta algoritma media sosial. Apa saja itu?

Pertama, filter bubble membantu kita untuk menemukan informasi yang relevan dengan waktu yang singkat diantara banyaknya informasi yang ada di dunia, realitasnya filter bubble ini menyelamatkan kita.

Misalkan kita mengetik kata “Jakarta” dalam mesin peramban personal kita. Maka hasil yang muncul dalam beranda pencarian sesuai dengan rekam jejak digital kita sebelumnya. Jika kebetulan kita menyukai kuliner.

Maka hasil pencarian yang muncul misalnya seperti rekomendasi tempat makan, coffee shop aesthetic, review kuliner dan sebagainya. Namun berbeda dengan seseorang yang memiliki jejak digital berfokus tentang berita politik. Jika mengetik kata “Jakarta” yang muncul di Google bisa jadi tentang Anies Baswedan, korupsi kepala BPN DKI, dan sebagainya.

Maka jika orang yang memiliki jejak digital berfokus tentang berita politik ingin berwisata Jakarta. Maka relevansi pencarian pun patut menyertakan kata “Wisata Jakarta”

Kedua, filter bubble memfasilitasi insting komunitas kita. Terutama pada sosial media, kita akan lebih cenderung direkomendasikan untuk berteman melalui persamaan dari aktivitas maupun data pribadi dari ribuan akun teman/followers sehingga kita dapat menjadi bagian atau terlibat dalam komunitas yang selaras maupun asing.

Ketiga, filter bubble dapat menjadi salah satu asisten di dunia digital yang mudah ditemukan pada perangkat elektronik seperti smartphone, laptop maupun tablet atau PC, Mulai dari menyajikan informasi yang relevan dan relatif homogen sehingga membuat kita merasa dunia digital begitu familiar seperti dunia nyata.

Keempat, memudahkan pencarian produk/jasa yang dapat disesuaikan berdasarkan usia, gender, lokasi, harga, pelayanan, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya sangat membantu pengguna pada saat ingin berbelanja atau membeli tiket untuk liburan.

Your computer monitor is a kind of one-way mirror, reflecting your own interests while algorithmic observers watch what you click.”

Sisi Gelap Filter Bubble

Namun, filter bubble juga mempunyai dampak negatif yang dapat mempengaruhi cara pandang para pengguna media sosial maupun pengakses mesin pencari.

Pertama, gelembung penyaring tersebut mengakibatkan efek echo chamber. Artinya, kita seolah-olah sudah mengetahui semua hal yang terjadi di sekitar kita, padahal sebenarnya tidak karena efek ini membuat ruang yang tidak hanya menyaring informasi masuk namun juga menggaungkan informasi yang sudah terserap berulang kali. Hal ini membuat orang tidak mengerti kenyataan yang terjadi di luar sana.

Kedua, dapat membentuk individu yang merasa dirinya paling benar atau antikritik. Maksudnya, ketika seseorang tak pernah melihat sudut pandang berbeda dari orang lain, maka kemungkinan ia untuk berlarut-larut dalam pandangannya sendiri sangat besar sehingga seseorang punya kecenderungan untuk mengklaim orang lain sepaham dengan dirinya, dan menyimpulkan pendapatnya adalah kesimpulan mayoritas bahkan yang lebih parah ia tidak berkeinginan mendengarkan informasi penting yang dirasa tidak memiliki hubungan dengan dirinya. Padahal, di tempat lain, yang terjadi bisa saja berbeda lalu ketika menemukan informasi yang menentangnya, maka dengan mudah kamu akan mengabaikan sehingga terjadi kecenderungan terhadap satu pemikiran dan menimbulkan fanatik.

Ketiga, Filter bubble bisa mengenali profil kita dan menjualnya ke para pengiklan. Itulah mengapa iklan yang ditampilkan pada setiap orang sesuai dengan apa yang mereka suka. Di Facebook, kabar terbaru yang berkeliaran di beranda seseorang adalah hasil saringan dari jejak digitalnya. Maksudnya, yang muncul adalah updates dari teman yang paling sering berinteraksi dengan pengguna. Facebook juga menyaring kabar-kabar dari orang-orang yang punya kesamaan dengan penggunanya. Di saat bersamaan, ia menjauhkan seseorang dari orang-orang yang tidak punya kesamaan secara algoritma.

Keempat, Dampak buruk Filter Bubble semakin menjadi-jadi karena beberapa kebiasaan jelek warganet dan media. Misalnya, tabiat media yang menjual judul-judul bombastis. Sehingga muncul kebiasaan hanya membaca judul tanpa mengklik konten. Data menyebut, 59 persen link berita yang dibagikan di media sosial tidak benar-benar diklik sama sekali. Atau tabiat mempercayai hoax yang kini sedang menjadi persoalan hangat di Indonesia

Personalization is based on a bargain. In exchange for the service of filtering, you hand large companies an enormous amount of data about your daily life — much of which you might not trust your friends with -Eli Pariser

Bagaimana Kita Terlepas dari Jeratan Filter Bubble?

Pertama, Efek filter bubble bisa dikurangi kok! Caranya, kamu harus rajin menghapus browsing history pada mesin pencarian di sosial media, e-commerce, website dan aplikasi lainnya, jangan lupa untuk mengaktifkan ad-blocker, membaca artikel dari sumber yang tidak bias untuk menambah referensi bacaan sehingga sebisa mungkin kamu harus perluas topik yang akan kamu konsumsi

Kedua, Mencoba mencari tahu kontra dari pernyataan yang kita percayai disamping mencari tahu pembuktian pernyataan yang kita percayai

Ketiga, Meningkatkan empati pada pendapat orang lain, karena belum tentu pendapat yang kita percayai mewakili keseluruhan topik. Alias rajin-rajin sharing dengan teman, kelompok, organisasi dan lain sebagainya.

Keempat, Follow instagram @pesandankanal! Kenapa? Karena di sana kamu bakal banyak mendapatkan informasi terbaru dan ter-update mengenai hal-hal yang belum kamu ketahui sebelumnya mengenai fenomena yang ada di sekitar kamu, jadi jangan khawatir jika kamu terjerat oleh filter bubbles asalkan kamu sudah follow Instagram @pesandankanal hihi..

Fish don’t know they are in the water and we don’t know we are in a filter bubble unless we take the effort to (as David Bowie put it) leave the capsule — if you dare.”

Gimana? sekarang sudah bisa menentukan sendiri kan apakah kamu sedang ada di dalam filter bubble atau tidak dan mengetahui apakah filter bubble itu sendiri, mulai dari sekarang mari berhati-hati dalam menangkap sebuah informasi dan perhatikan dengan baik filter bubble yang ada pada mesin pencari dan media sosial kamu, jangan sampai kamu mengeksplor dunia dari satu sudut pandang saja!

Penulis: Sofie Ratna Artanti
Penyunting: Muhammad Alberian Reformansyah

--

--

Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!