Ironi Industri Film dan Hak Cipta: Berpasangan Tapi Tak Sejalan

Pesan dan Kanal
4 min readSep 3, 2020

Photo by Sam McGhee on Unsplash

Munculnya film-film berkualitas belakangan ini jadi sebuah nafas segar akan kebangkitan film Indonesia. Sineas Indonesia lewat karya-karyanya ngasih bukti ke kita bahwa film Indonesia bisa bersaing dengan film dari berbagai negara. Hal ini seharusnya membuat kita bangga dan jangan lupa mengapresiasi mereka.

Terbaru, ada sebuah film yang bagus dan lagi viral di media sosial, judulnya ‘’Tilik’’. Walau bukan merupakan film baru, karya garapan Ravacana tetap ini sukses menarik minat masyarakat. Nggak mengherankan bahwa film ini ditonton lebih dari 15 juta kali di platform youtube. Ironisnya, di tengah hype-nya banyak kalangan yang melanggar hak cipta dari film ini. Buktinya ketika kita buka media sosial, banyak perusahaan komersil mengambil foto dalam adegan film untuk kepentingan promosi tanpa meminta izin ke pembuat film tersebut.

Hak cipta memang masih menjadi tantangan besar bagi para kreator atau sineas di Indonesia. Menurut Prihantoko (2019) faktor utama yang mempengaruhi maraknya pelanggaran hak cipta cuma satu, yaitu faktor ekonomi. Sebenarnya simple aja, jika kita ingin mengapresiasi para sineas maka wajib untuk menghargai hak cipta mereka.

Tanpa kita sadari, salah satu pelanggaran itu kayak pembajakan film, dan ini merugikan banyak pihak, nggak cuma untuk para sineas yang membuat karya tersebut. Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Chaikal Nuryakin mengatakan total kerugian dari aksi pembajakan film mencapai Rp 1,495 triliun per tahunnya. Kerugian ini diderita empat kota, yakni Jakarta, Medan, Bogor dan Deli Serdang. Jakarta menjadi kota paling merugi dengan taksiran yakni Rp 939 miliar per tahun.

Hukum Hak Cipta dan Cerita Negara Maju

Di Indonesia, sebenarnya udah ada UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Tapi, sudah jadi rahasia umum penindakan pelanggaran sangat minim dilakukan pihak berwenang. Alasannya memang pelanggaran hak cipta di Indonesia merupakan delik aduan. Jika tidak ada laporan dari pihak yang resmi, pemerintah tidak bisa untuk bergerak.

Lain cerita di negara kayak Jepang. Pembajakan hak cipta memang masih terjadi. Acara televisi, animasi, film, musik, maupun konten-konten lainnya sangat mudah ditemukan versi bajakannya. Bahkan, satu sampai dua jam setelah penayangan perdana, versi bajakan sudah bisa diunduh di internet.

Akan tetapi untuk menanggulanginya, pada tahun 2002 Ministry of Economics, Trade and Industry dan Agency for Cultural Affairs Government of Japan menginisiasi asosiasi perusahan- perusahaan di bidang industri kreatif. Asosiasi yang bernama Content Overseas Distribution Association (CODA) itu bertugas menghentikan distribusi illegal tak hanya di Jepang, tetapi juga di luar negeri. Selain mendapatkan dana dari APBN, CODA juga mengumpulkan iuran anggota untuk membiayai operasionalnya.

Asosiasi CODA ini bergerak pro aktif, ngga hanya menunggu laporan dari pihak pemegang hak. Jika ada laporan dari pemegang hak dan pelanggaran terjadi di Jepang, CODA bergerak bersama polisi. Sementara, jika tak ada laporan dan pelanggaran terjadi di luar Jepang, CODA berperan sebagai perantara. Selain itu, asosiasi ini pun tetap melakukan kebijakan pemblokiran situs ilegal dan lainnya sehingga meskipun ada masih terjadi pelanggaran hak cipta akan tetapi angka tersebut dapat ditekan di Jepang.

Bergerak Lewat Kita

Terlepas dari payung hukum di atas. Beberapa langkah lain bisa kita lakukan guna mengapresiasi para sineas atau kreator di Indonesia, yaitu:

  1. Bantu Edukasi Hak Cipta

Edukasi mengenai hak cipta memang seharusnya gencar dilakukan dari rumah ke rumah, dari medsos ke medsos, dari kampus ke kampus yang intinya menyadarkan masyarakat bahwa hak cipta ini merupakan hal yang penting. Sebab permasalahan hak cipta film atau bahasa kerennya, hak kekayaan intelektual ini bukan masalah baru, hal itu sudah berlangsung dari tahun ke tahun.

Bahkan, baru-baru ini ada seorang pejabat tinggi di negeri ini yang membagikan sebuah link film ilegal di media sosial beliau, katanya untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat. Pertanyaannya, apakah itu salah satu contoh yang baik? Apakah itu langkah yang tidak keliru seiring pemerintah yang gencar kampanye bangga produk lokal dan mendukung industri film tanah air? Namun jelasnya hal tersebut membuktikan bahwa edukasi hak cipta masih rendah di negara ini.

Lainnya, dalam sebuah diskusi terbuka yang diselenggarakan oleh Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) bersama Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan judul “Hak atas Karya Intelektual Perfilman Indonesia dalam Kaitan Perizinan Produksi”. Ada peserta yang tidak bisa membedakan antara hak cipta (copyright) dan merek dagang (trademark), selain itu ada juga yang tidak paham sejarah dan pentingnya hak cipta film. Dari situ kita bisa mengetahui juga, banyak pelaku industri sendiri yang belum memahami tentang hak cipta.

2. Menonton Film di Situs Legal

Kehadiran aplikasi OTT berbayar seperti Netflix, Viu, Vidio.com dan lainnya menjadi jalan baru mendukung industri film. Meskipun membayar namun hal ini tidaklah terlalu memberatkan, sebab banyak pilihan aplikasi siap kasih harga murah untuk layanan aplikasinya. Dari beberapa aplikasi tersebut yang didominasi perusahaan asing, ada salah satu platform inovatif yang hanya menghadirkan film Indonesia di dalamnya.

Situs ini bernama bioskoponline.com, meski masih dalam layanan web dan tergolong platform baru, situs ini menawarkan berbagai film Indonesia dari tahun ke tahun dan berbagai jenis genre. Cuma membayar goceng atau lima ribu, kita udah bisa tuh nonton satu film bagus karya anak bangsa. Ini merupakan sebuah langkah apik dan bisa menghidupkan gairah film negeri.

Harga segitu tergolong sangat murah dibanding kerja keras para sineas dalam membuat film yang dilakukan dalam waktu lama dan melelahkan pastinya. Kebiasaan menonton film di laman streaming ilegal atau membeli VCD bajakan harus mulai kita dihentikan sekarang.

Untuk itu, di tengah geliat industri film negeri kita. Semua perlu berkolaborasi untuk kemajuan, salah satunya mengapresiasi para sineas atau kreator film dengan memperhatikan hak cipta dari karya mereka. Perkuat edukasi hak cipta dan dukung film negeri dengan menonton secara legal guna menjadikan industri perfilman Indonesia semakin maju dan bisa bersaing dengan film-film negara lain.

Penulis: Ajie Prasetya
Penyunting: Muhammad Alberian Reformansyah

Daftar Pustaka:

Prihantoko, B. and Inayah, S.H., 2019. Perlindungan Hak Cipta Atas Film Dengan Format Video Cam pada Warnet di Surakarta (Studi Kasus Warnet di Wilayah Surakarta) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

Pesan dan Kanal
Pesan dan Kanal

Written by Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!

No responses yet

Write a response