Harta, Tahta, dr. Reisa: Strategi Krisis Corona?
Penunjukkan dr. Reisa Broto Asmoro sebagai bagian dari Tim Komunikasi Publik Gugus Percepatan Penangan COVID-19 sangat menarik untuk diperbincangkan. Bukan tanpa alasan, ketika beliau pertama kali tampil di depan publik angka positif COVID-19 sedang mengalami peningkatan – bahkan sampai saat ini, sehingga kehadiran dokter sekaligus influencer ini menyimpan tanda tanya besar bagi masyarakat bahkan namanya sempat trending di jagat media sosial Twitter beberapa waktu lalu.
Di balik rasa penasaran publik, jika kita meninjau ranah ilmu komunikasi tentu hal ini akan terjawab. Kehadiran dr. Reisa merupakan sebuah upaya memaksimalkan komunikasi publik pemerintah Indonesia. Kurang lebih sudah tiga bulan terakhir, ketika kita menonton konferensi pers tentang laporan dan imbauan COVID-19 pasti dilakukan oleh Juru Bicara, Bapak Achmad Yurianto.
Sebagaimana manusia pada umumnya, rasa bosan tentu sering menghampiri. Maka dari itu, kehadiran dr. Reisa diharapkan mampu memaksimalkan komunikasi publik tersebut. Apalagi dr. Reisa sering wara-wiri di televisi sehingga bagi sebagian besar masyarakat hal ini lebih mendekatkan mereka dan bisa menjadi ‘’penyegaran’’ bagi yang mendengarkan informasi seputar COVID-19 setiap saat.
Kembali ke perspektif komunikasi publik, jika dijelaskan secara detail maka dr. Reisa dianggap berperan sebagai komunikator. Peran sang komunikator ini sangatlah penting dalam menyampaikan pesan sehingga semakin meyakinkan seorang komunikator, maka akan semakin besar pengaruh pesan pada audiens. Untuk itu kredibilitas menjadi salah satu faktor penting komunikator dalam menyampaikan pesan untuk audiens.
Menurut Hovland dalam Riley (1954), Janis dan Kelley dalam bukunya yang berjudul ‘’Communication and Persuasion’’ ada tiga faktor yang mempengaruhi kredibilitas seorang komunikator di mata audiens, yaitu:
Pertama, faktor trustworthiness (keterpercayaan). Hal ini berkaitan erat dengan rekam jejak dari si komunikator. Dalam hal ini Dokter Reisa dikenal sebagai publik figur yang mengenyam pendidikan dokter, belum lagi pernah menjadi presenter acara Dokter OZ di sebuah stasiun televisi sehingga rekam jejak beliau memang tidak diragukan lagi dalam bidang komunikasi publik dan kesehatan.
Kedua, faktor keahlian komunikator, terutama terkait dengan pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience) yang dimiliki. Ketika menyampaikan sebuah informasi kesehatan, tentu saja dr. Reisa yang juga berprofesi dokter sangat mumpuni akan hal ini. Pengetahuan dan pengalamannya bertahun-tahun di bidang ini menjadi sebuah modal yang sangat cukup sehingga informasi yang disampaikan kepada masyarakat pun akan efektif serta mudah dipahami.
Terakhir, daya tarik (attractiveness), bisa daya tarik fisik maupun non-fisik. Daya tarik fisik dapat ditinjau dari penampilan komunikator sedangkan daya tarik non-fisik dapat berupa familiar atau dikenal dan kedekatan emosional. Dalam beberapa waktu terakhir, dr. Reisa dikenal sebagai seorang influencer bidang kesehatan. Belum lagi, statusnya sebagai mantan Runner-up Putri Indonesia tahun 2010 dan presenter di stasiun televisi. Hal tersebut menjadikan beliau sebagai sosok yang familiar di mata publik serta memiliki kedekatan tersendiri dengan masyarakat sehingga lebih mudah apabila menyampaikan sebuah informasi tentang kesehatan.
Terlepas dari apapun isu politik, gender, dan lain-lain. Kehadiran dr. Reisa di hadapan publik tentu harus diapresiasi dan didukung. Selama pandemi ini, seluruh masyarakat harus saling gotong-royong saling membantu dan mengingatkan. Akan tetapi, bagaimana pun upaya memaksimalkan komunikasi publik oleh pemerintah, dibutuhkan juga langkah konkret dari kebijakannya. Hal itu karena jika kita meninjau data COVID- 19 di Indonesia saat ini, maka komunikasi publik yang baik dan maksimal saja belum cukup mengatasi pandemi ini karena kebijakan di lapangan yang lebih berperan penting dalam mengatasi krisis ini.
Penulis: Ajie Prasetya
Penyunting: Muhammad Alberian Reformansyah
Daftar Pustaka:
Riley, M.W., 1954. Communication and Persuasion: Psychological Studies of Opinion Change.