Photo by Merakist on Unsplash

Gimana Cara Marketing Nge-Hack Dunia?

Pesan dan Kanal
6 min readNov 5, 2020

Dunia tentunya udah nggak asing lagi sama yang namanya marketing. Kita dengar istilah itu dimana-mana, bahkan mungkin istilah itu merupakan rutinitasmu buat nyambung hidup sehari-hari.

Nggak bisa dipungkiri lagi, marketing punya andil besar dalam menciptakan konsep dunia modern saat ini. Walaupun kita tau kalau marketing deket banget hubungannya sama ekonomi dan bisnis, konsep ini — secara langsung atau nggak — juga turut ngebentuk aspek-aspek lainnya seperti politik bahkan sosial.

Salah satu contohnya bisa kita lihat dari cerita dibalik diamonds atau berlian — sebuah batu yang dicap berharga karena shining bright in the sky-nya. Selain sebagai perhiasan berharga, batu yang ngalahin kemewahan batu akik ini pasti nggak pernah absen di momen-momen lamaran pernikahan pada umumnya.

Well, semua berkat metode marketing De Beers di tahun 1930-an yang berhasil menciptakan pemikiran di masyarakat lewat kampanye iklan besarnya, yang bikin batu yang sebenernya nggak langka-langka amat itu jadi simbol cinta sejati.

Di dunia politik pun, marketing juga berjasa buat para pemimpin di negara-negara demokratis. Secara, mereka pasti mati-matian ngiklanin diri dan janji mereka di masyarakat biar dipilih dan mampu menciptakan para supporter yang bakal ngebela mereka mati-matian seperti fenomena Cebong vs Kampret-Kadrun.

Nggak lupa juga teknik endorse UU Ciptaker oleh para influencer kondang yang dirumorkan berasal dari kerjasama pemerintah biar citra UU yang udah ditandatangani itu positif.

Masih banyak contoh-contoh lain yang nggak kita sadari, dan secara nggak sadar juga, kita bisa memandang dunia dengan cara yang berbeda karena terpengaruh konsep marketing.

A Brief History of Early Marketing

Nggak ada yang bakal nyangka konsep marketing yang dipraktikan untuk meningkatkan penjualan bisa berdampak dahsyat dan kompleks seperti sekarang, terutama bagi para manusia terdahulu di zaman Romawi.

Asal-muasal marketing sebenernya masih diperdebatkan. Tetapi, menurut Berghoff & Scranton (2012), ada dua hal yang berbeda kalau ngomongin sejarah marketing, yaitu history of marketing practice dan history of marketing thoughts.

Bedanya, marketing practice itu menyangkut manajemen dan disiplin dari pemasaran di zaman itu, sedangkan marketing thoughts berdasar pada sejarah ekonomi dan budayanya.

Secara praktiknya, Maran & Stockhammer (2013) menyebutkan kalau marketing sudah ada sejak zaman Romawi dalam bentuk bukti iklan, branding, packaging, hingga penandaan produknya.

diambil dari www.pompeiiinpictures.com

Sebagai contoh, gambar di atas menunjukkan salah satu bentuk marketing dari sebuah produk saus ikan ternama di Pompei pada tahun 35 SM yang ditemukan di rumah pengusaha tersebut. Huruf-huruf di gambar tersebut diterjemahkan sama para sejarawan menjadi “Bunga Garum, Terbuat dari Ikan Mackarel, Produknya Scaurus, dari Toko Scaurus”.

Loncat ke abad pertengahan, praktik marketing didefinisikan sebagai proses membawa barang-barangnya ke pasar kota yang pada masa itu pasar-pasar kota bertebaran dimana-mana (Bintliff, 2002). Hingga pada abad-abad pencerahan (1700–1800'an), mulai terjadi fenomena riset pasar regional yang dilakukan Daniel Dafoe.

Kata Richetti (2015), Daniel Dafoe ini adalah seorang penerbit di abad pencerahan yang karya-karyanya fokus pada informasi seputar perdagangan di persemakmuran Inggris. Doi telah mengumpulkan informasi dari perdagangan di Inggris, perdagangan Skotlandia-Perancis, hingga perdagangan di koloni India yang hits di kalangan pedagang pada masanya.

Memasuki abad 18 dan 19, praktik marketing menjadi lebih kompleks lagi. Selain produksi barang menggunakan metode mass production, perusahaan-perusahaan juga diperbolehkan untuk mendistribusikan barang-barang bermerek dan berstandarnya di tingkat nasional (Tedlow & Jones, 2014).

Awalnya, marketing berorientasi sama proses produksi barang perusahaan dan perannya hanya sebatas ningkatin awareness konsumen, hingga memasuki era 1950-an dimana orientasinya berubah menjadi selling.

Kotler, dkk (2014) mengkategorikan selling-oriented marketing ini berupa adanya sales yang datang dari rumah ke rumah, dan teknik agresif untuk menjual produk ke konsumen. Sekarang pun masih bisa kita rasakan di mall-mall saat Mas dan Mbak Jen*us menghampiri kalian.

The Time When Marketing Went Nuts

Setelah 1950-an, konsep marketing mulai dianggap serius dan dikembangkan ke orientasi yang intim ke konsumen. McGee dan Spiro (1988) mengatakan kalau teknik ini bisa dikenali dengan metode understanding the consumers, dari keinginan, kebutuhan, dan perilaku mereka sebagai sumber pertimbangan keputusan marketing.

Di era ini juga dimana komponen-komponen marketing (sales, periklanan, manajemen produk, dan harga) diintegrasikan untuk menciptakan marketing yang dahsyat. Konsep ini disebut juga sebagai konsep marketing-oriented.

Di era sekarang, contoh-contoh dari masih bisa kita rasakan, terutama pada iklan produk rokok yang nggak pernah lepas dari nilai-nilai maskulinitas. Lewat iklan tersebut, perusahaan telah memahami nilai rokok di mata konsumennya sebagai simbol “kekerenan” dan maskulin dan mengeksploitasi nilai-nilai tersebut lewat iklan mereka.

Selain rokok, produk-produk seperti sabun dan susu kental manis yang udah lama nge-hack pemahaman masyarakat dunia — hingga saat ini.

Dari fakta-fakta di atas, konsep marketing seakan jadi alat hipnotis masyarakat untuk meningkatkan penjualan semata, dimana konsumen selalu jadi korban yang nggak sadar akan hal itu.

Resep Kotler Buat Marketing yang “Etis” dan Relationship Marketing

Philip Kotler (1971) menggagas ide tentang societal-oriented marketing. Menurutnya, marketers punya tanggungjawab sosial yang sangat besar dalam melakukan teknik-tekniknya sehingga harus menciptakan benefit buat masyarakat luas, daripada hanya sebatas memenuhi kebutuhan konsumen.

Teknik ini diidentifikasi dengan adanya pertimbangan yang menyertakan karyawan, konsumen, komunitas lokal, hingga pemerintah dan masyarakat luas dalam membuat keputusan marketing, yang disebut juga sustainable marketing.

Bentuk-bentuknya bisa dilihat dari adanya penciptaan iklan yang etis, hak-hak konsumen, hingga keterlibatan aspek lingkungan (udara, tanah, air) dalam keputusan praktik marketing-nya.

Ditambah lagi dengan kemunculan teknik relationship marketing pada tahun ‘90-an, yang berorientasi pada hubungan perusahaan dan pelanggan. Teknik ini mengutamakan kualitas produk hingga nilai-nilai konsumen agar terciptanya hubungan bak simbiosis mutualisme (Christoper dkk, 1991).

Melihat Masa Depan Marketing

Walaupun udah ada resep-resep untuk menciptakan marketing yang etis dan menguntungkan satu sama lain, konsep ini seakan cuma jadi bagian dari gagasan di buku-buku sejarah jika melihat realita yang ada sekarang.

Dampak yang dihasilkan dari marketing yang sudah menjelma jadi nilai-nilai sosial di masyarakat pun hilangnya nggak segampang petikan jari Thanos. Apalagi, konsep-konsep “hipnotis” marketing masih digunakan perusahaan-perusahaan besar untuk menarik konsumen dan meningkatkan penjualan.

Sebut aja perusahaan-perusahaan teknologi seperti Apple yang bisa menanam nilai kemewahan di masyarakat, atau branding-branding produk pakaian yang bisa bikin harganya meroket tanpa khawatir nggak bakal ada yang beli dan ini pun masih di aspek sosial dan bisnis, belum aspek politik.

Sekarang, marketing udah di tahap digital, dimana konsep tersebut berintegrasi dengan algoritma yang kompleks nan detail di media sosial. Perkembangannya pun dijamin nggak bakal berhenti, begitupula dampak-dampaknya yang bisa nge-hack pandangan kita.

Penulis yakin, it won’t stop.

__________________________

Penulis: Muhammad Alberian Reformansyah

Penyunting: Ajie Prasetya

Daftar Pustaka:

Berghoff, H., Scranton, P. and Spiekermann, U. eds. 2012. The rise of marketing and market research. Springer.

Bintliff, J. 2002. Going to market in antiquity. Zu Wasser und zu Land. Verkehrswege in der antiken Welt. Stuttgarter Kolloquien zur Historischen Geographie des Altertums, 7(1999), pp.209 – 250.

Christopher, M., Payne, A. and Ballantyne, D. 1991. Relationship marketing: bringing quality customer service and marketing together.

Kotler, Philip and Amstrong, Gary. 2014. Principles of marketing. Pearson Australia.

Kotler, Philip. 1971. Social Marketing: An Approach To Planned Social Change. Journal of Marketing 35(3):3–12.

Maran, J. and Stockhammer, P. 2013. Materiality and social practice: transformative capacities of intercultural encounters;[Conference Materiality and Practice-Transformative Capacities of Intercultural Encounters; Internationales Wissenschaftsforum Heidelberg on March 25 to 27, 2010]. Oxbow.

McGee, L.W. and Spiro, R.L. 1988. The marketing concept in perspective. Business horizons, 31(3), pp.40 – 45.

Richetti, J. 2015. The Life of Daniel Defoe: A Critical Biography. John Wiley & Sons.

Tedlow, R.S. and Jones, G.G. eds. 2014. The Rise and Fall of Mass Marketing (RLE Marketing). Routledge.

--

--

Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!