Filter Instagram : Dari Hiburan hingga Pelabelan Diri
Instagram merupakan salah satu platform media sosial yang booming dewasa ini. Di platform sosmed tersebut, setiap orang bisa mengakses beragam konten melalui fitur-fitur yang tersedia, salah satunya story. Melalui fitur tersebut, pengguna dapat melihat konten dalam bentuk foto atau video yang di-upload para pengguna lainnya dan tersedia dalam waktu 24 jam. Menariknya, dalam fitur tersebut, kita dapat ‘mempercantik’ foto maupun video dengan sebuah filter.
Nah, akhir-akhir ini lagi marak banget perihal filter-filter yang nggak hanya mempercantik foto dan video, tetapi juga berisi minigames sampai Q&A (Question & Answer) yang menghibur para penggunanya. Contohnya, ada beberapa filter Q&A “Jodohmu berasal dari fakultas mana?, “Kamu akan berkuliah di mana?”, “What mixed race are you?”, ada juga filter minigames “Truth or Dare”, dan “Flying Face”, sebuah permainan sejenis Flappy Bird pakai kedipan mata, dan masih banyak lagi.
Terus kenapa sih filter-filter seperti itu bisa populer?
Let me tell you about this….
Dibentuk oleh Spark AR
Filter-filter ini ternyata adalah filter yang dibuat dengan menggunakan software Spark AR (Augmented Reality). Spark AR memungkinkan user membuat filternya sendiri. Makanya, nggak heran jika kita melihat banyak filter-filter baru yang bertebaran di story para user Instagram.
Jenis filternya pun beragam, ada filter yang mengubah vibes foto atau video dan terdapat juga filter yang berdasarkan teknologi augmented reality seperti jenis filter Q&A dan minigames. Teknologi ini juga sempat populer di Snapchat, yaitu filter yang membuat muka penggunanya memiliki ornamen-ornamen hewan. Cara kerja dari filter-filter ini pun sederhana. Pengguna cukup mengarahkan kamera ke area wajah, lalu pencet tombol dan menunggu hasil undian pertanyaan atau memainkan gim yang ada pada filter itu.
Selain menjadi hiburan, filter juga bisa dijadikan untuk melakukan social campaign. Hal ini pernah dilakukan Tolmeia Gregory, salah satu sustainable fashion activist, pernah menggunakan filter undian untuk mengampanyekan bagaimana cara-cara menjaga lingkungan.
Evolusi dari Kuis Buzzfeed Facebook
Menurut direktur akun strategis Social Chain Media Joe Smith, filter-filter tersebut merupakan evolusi dari kuis Buzzfeed yang sempat populer di Facebook. Filter dan kuis tersebut relatable dan mudah untuk dibagikan ke pengguna lain.
Selain itu, filter ini sudah menjadi pop culture di Instagram sehingga memunculkan efek Fear Of Missing Out (FOMO) bagi beberapa pengguna. FOMO didefinisikan sebagai perasaan gelisah ketika kita belum mengetahui sesuatu yang sedang trending di tempat lain, simple-nya nggak mau ketinggalan zaman.
Media sosial seperti Instagram dan Twitter memang menjadi salah satu media dari FOMO. Implementasinya, ketika kita melihat seseorang menggunakan filter undian, kita melihat itu sebagai sesuatu yang menyenangkan dan segera mencobanya. Konsekuensinya, kita akan melihat filter Q&A sebagai sesuatu yang menyenangkan banyak orang dan kita sendiri ingin merasakan rasa menyenangkan itu. Akhirnya, kita jadi tertarik untuk menggunakan filter Q&A tersebut.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Joe Smith, filter-filter Instagram merupakan evolusi dari kuis-kuis Buzzfeed. Makanya, terdapat faktor-faktor kepopuleran kuis Buzzfeed yang berlaku di filter Instagram.
Filter dan Identitas Kaum Muda
Profesor David Wattson, di Universitas Notre Dame, juga menjelaskan bahwa kaum muda cenderung berusaha untuk membentuk identitas tentang bagaimana mereka bisa cocok di lingkungan. Setelah mendapatkan identitas tersebut, mereka cenderung mengkategoriasikan diri mereka berdasarkan identitas yang mereka bangun dari kuis-kuis atau filter undian tersebut. Contohnya, ketika sedang mengakses kuis kepribadian Buzzfeed, lalu mendapatkan hasil bahwa pengguna adalah orang dengan kepribadian extrovert, niscaya pengguna cenderung memandang dirinya sebagai seorang extrovert dan akan bertindak sesuai dengan kepribadiannya itu.
Dari hasil filter tersebut, para pengguna memberi label kepada diri mereka sendiri. Dalam kasus filter Q&A, faktor ini relatif tidak terlalu menonjol karena sifat dari undian pertanyaan yang acak, berbeda dengan kuis yang hasilnya berdasarkan jawaban-jawaban penggunanya. Akan tetapi, faktor pelabelan diri masih terlihat di percakapan antar user.
Ketika seorang pengguna menggunakan filter Q&A “Jodohmu berasal dari fakultas mana?”, dan pengguna A mendapat hasil FISIP, pengguna B mendapat hasil yang sama, dan seterusnya, pasti terdapat percakapan kayak “Wah kamu mendapat jodoh dari FISIP juga ya, aku juga dapet itu”. Hal tersebut merupakan contoh ketika pengguna secara tidak sadar mengkategorisasi dirinya berdasarkan hasil dari filter Q&A, dan bisa jadi menganggap hal itu serius.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, filter Q&A jadi populer karena setiap user menggunakannya dan menimbulkan efek FOMO kepada user lain. Apalagi, filter mudah untuk disebarkan sehingga banyak pengguna yang bisa mengakses filter-filter tersebut. Dampaknya, filter menjadi populer karena kecenderungan kita untuk melabeli diri kita berdasarkan hasil dari filter itu.
Penulis : Dimas Satriawan
Penyunting : Syarifah Nur Aini