diambil dari id.wikipedia.org

Bagaimana Cara “86” Mem-branding Citra Polisi Indonesia?

Pesan dan Kanal
8 min readJun 8, 2020

NET. adalah salah satu kanal televisi yang di-senengin kaum-kaum muda. Beberapa program acaranya sangat dekat dengan penonton dewasa awal. Salah satu keunikan dari stasiun televisi terkini ini adalah bagaimana pembawa berita membawakan beritanya kepada audiens. Berita yang disampaikan di program NET News ini disampaikan dengan cair, seakan pembawa berita sedang nongkrong bersama di studio, ngomongin berita-berita nasional yang harus disampaikan ke audiens.

Ditambah lagi program-program acara yang sangat dekat dengan kaum muda, sebut aja “Tonight Show”, sebuah talkshow dengan kemasan berbeda dari format talkshow Indonesia lainnya, menampilkan band-band yang dekat dengan kaum muda, mengangkat isu-isu terkini, dengan pembawa acara humoris muda pula, dan masih banyak juga program-program lainnya yang tidak kalah ‘milenial’-nya.

Dua aspek yang membentuk branding NET. TV ini dileburkan dengan adanya internet, dimana stasiun televisi ini juga membuka kanal di platform Youtube. Sehingga, audiens bisa menikmati program-program di NET. tanpa televisi sekalipun.

Dibalik kesuksesan stasiun televisi ini mem-branding dirinya sebagai televisi masa kini, NET. TV juga menghadapi beberapa tantangan. Mulai dari masalah finansial yang mengharuskan mereka memecat massal karyawannya, sampai kritik atas salah satu program acaranya, yaitu “86”.

Show-Off Prestasi Kepolisian dengan Cita Rasa Action

Secara singkat, “86” merupakan program reality show yang menayangkan aksi-aksi kepolisian dalam menjalankan tugasnya di masyarakat — mulai dari menjaga ketertiban lalu-lintas sampai penggerebekan gembong narkoba, lokasi perjudian, dan “pasutri tidak sah” — yang dikemas dengan style dokumenter. Dulu, acara ini kerap tayang saat waktu prime time, berbarengan dengan program unggulan NET. lainnya seperti “Tonight Show” dan “Ini Talkshow”. Sekarang “86” tayang sekitar jam 23.00 WIB, menurut jadwal official NET, kemungkinan karena disentil KPI gara-gara menayangkan adegan tidak ramah anak pada jam prime time.

Satu episode “86” terdapat kurang lebih tiga jenis satuan tugas (satgas_ kepolisian dan aksi masing-masing mereka dalam “menjaga keteriban” masyarakat, dengan durasi kurang lebih 45–50 menit per episodenya. Masing-masing satgas tentunya mendapat segmen sendiri-sendiri, dengan tiap segmen diawali dengan perkenalan (deskripsi satgas, operasi, beserta tujuannya), konflik (adegan action para polisi), dan klimaks yang terkadang didampingi pesan moral.

Biar lebih jelas, penulis bakal mengambil contoh dari Episode 13 Juli 2017, pada segmen awal “Penertiban Judi Satreskrim Polres Cianjur”yang bisa diakses secara umum di kanal 86 & Custom Protection via Youtube.

Intro Satgas di 86| 86 & Custom Protection NET via youtube.com

Setelah segmen intro yang berisi pernyataan dan kerjasama bersama Kepolisian RI, “86” bakal menyajikan adegan polisi sedang berkumpul, dengan ketua operasi menjelaskan operasi yang dijalankan. Di saat inilah, sentuhan sihir video editing bermain untuk menambah kesan “keren” dan “dramatis” dalam adegan tersebut agar lebih nikmat ditonton audiens, kurang lebih seperti gambar diatas. Ketika berbicara, sang komandan di frame bakal di-freeze serta ditambah narasi pengenalan untuk satgas tersebut, tidak lupa dengan backsound tense, biar lebih mantap.

Selanjutnya, kita akan dibawa mengalir oleh cerita-cerita di frame dan narasi tokoh (komandan) dalam suatu operasi, dan berangkat menuju konflik.

Proses Penertiban Perjudian| 86 & Custom Protection NET via youtube.com

Ketika sampai di lokasi perjudian, segmen penertiban perjudian Polres Cianjur sudah sampai di tahap konflik. Di sini kita bisa melihat proses penggeledahan, pengamanan tersangka, sampai pengamanan barang bukti. Di adegan ini, kita bisa lihat para pelaku sedang bermain kartu remi dan meletakkan lembaran uang diatasnya, yang membentuk persepsi bahwa mereka sudah jelas sedang berjudi.

Adegan Black & White | 86 & Custom Protection NET via youtube.com

Di frame, kamera menangkap ada sosok wanita yang mendampingi kegiatan tersebut, dilengkapi adegan narasi komandan yang menjelaskan bahwa ada wanita juga yang ikut perjudian itu. Komandan menjelaskan:

“Sampai di lokasi dengan jaraknya tidak jauh dari jalan utama, luar biasa, ada beberapa orang bahkan salah satunya ada seorang wanita, dimana para pelaku sedang asik bermain judi.”

Untuk mendukung narasi tersebut, 86 menayangkan kembali adegan dimana sosok wanita yang dihadang polisi ketika mencoba keluar dari ruangan tersebut dengan efek black and white dan slow-motion, yang menambah dramatisasi narasi sang komandan.

Percakapan antara Komandan dan Tersangka | 86 & Custom Protection NET via youtube.com

Lanjutannya, sang komandan mengetahui bahwa wanita yang disebut sebelumnya adalah istri dari salah satu pelaku. Pelaku tersebut pun akhirnya ditanya-tanya terkait kegiatan yang dilakukannya. Dari berapa orang yang bermain judi seperti ini, hingga kenapa istri dibawa di tempat tersebut.

Komandan dalam frame juga mencoba menjelaskan latar waktu saat operasi dilakukan dengan sebuah narasi,

“Di saat masyarakat Cianjur, khususnya masih merayakan hangatnya Idul Fitri, yang khususnya beragama Islam, dimana di saat malam hari yang harusnya digunakan untuk berkumpul bersama keluarga, kemudian juga beristirahat, kami dapati bahwa masih adanya masyarakat yang memanfaatkan waktunya untuk melakukan tindak pidana, dalam hal ini perjudian.”

Di akhir segmen, 86 menunjukkan standard of procedure (SOP) para kepolisian ketika sudah melakukan penangkapan pelaku, dalam hal ini dari operasi penertiban perjudian Polres Cianjur.

“Dalam hal ini sehubungan dengan SOP yang kepolisian lakukan adalah dimana kepolisian Cianjur juga memperlihatkan langsung barang bukti yang kami amankan kepada seluruh pelaku. Setelah kami amankan semua,kemudian juga kami melakukan pemeriksaan dan penggeledahan, tim langsung menuju ke Polres Cianjur dengan membawa barang bukti maupun para pelaku untuk melakukan pemeriksaan maupun proses hukum yang nanti akan dihadapi para pelaku.”

Tiap segmen hampir semua menggunakan format yang sama, dengan inti menceritakan keseharian para polisi dalam melaksanakan tugasnya, dan program ini tentu membantu masyarakat dalam memahami tugas-tugas mereka.

86 juga menampilkan sederet prestasi Kepolisian RI yang dapat dinikmati audiens NET. dengan bantuan unsur-unsur sinematografi yang dibentuk, sehingga jadi simbiosis mutualisme kedua lembaga ini yang berhasil dinominasi pada Panasonic Gobel Awards 2019.

Ditolong Sinematografi, Dinikmati Audiens

Drama sendiri adalah salah satu hal yang dijadikan hiburan untuk manusia, banyak banget alasan orang-orang menimati drama. Kenikmatan drama ini bahkan bisa kita lihat dari para penggemar drama korea.

Tentunya, program reality show ini nggak bakal menarik kalau nggak ada bedanya dengan sinetron-sinetron lain yang hanya menampilkan drama sebagai daya tariknya, unsur-unsur sinematografi yang sudah dibahas diatas berpengaruh besar juga atas kesuksesan “86”.

Menurut Estu Miyarso (2011), unsur-unsur utama dari sinematografi terdiri dari visual gerak, audio, dan jalan cerita dalam sebuah karya audiovisual. Visual gerak digambarkan dengan tampilan visual secara verbal maupun non verbal yang mengandung nilai estetik, artistik, maupun dramatik. Audio berupa pesan informasi yang ingin disampaikan ke audiens, dan jalan cerita tertera pada rangkaian gambar rangkaian gambar bergerak yang mengandung urutan jalan cerita.

Dari penjelasan diatas, bisa kita simpulkan unsur utama dari “86” ini pun tidak berbeda, dan ada di setiap episodenya. Salah satunya terpapar jelas pada narasi-narasi.

Narasi: Mendukung Jalan Cerita, Nambah Sensasi di Layar Kaca

Diambil dari kanal 86 & Custom Protection NET via youtube.com

Untuk memperkuat persepsi masyarakat bahwa tayangan ini berdasarkan adegan kenyataan, NET. menampilkan pernyataan yang ada pada tiap episode “86”. Pernyataan ini bertuliskan:

Sebuah Karya Jurnalistik, Semua Kejadian adalah Realita dalam Tugas Kepolisian, Tanpa Rekayasa”,

yang menujukkan keseluruhan program acara ini, walaupun akhirnya ada beberapa masyarakat yang berpendapat bahwa adegan-adegan di “86” tidak sesuai kenyataan, seperti program reality show pada umumnya. Namun, belum ada bukti bahwa program ini adalah rekayasa semata.

Narasi tersebut bakal mempengaruhi audiens untuk berpikir bahwa semua yang ditayangkan di “86” adalah kejadian nyata, tanpa rekayasa, yang jelas menambah daya tarik acara reality show ini.

Contoh narasi dalam segmen “86” bisa kita lihat pada pemaparan jalan cerita diatas, dimana tokoh (komandan) berbicara tentang operasi penertiban, sampai reaksinya ketika menemukan tempat perjudian beserta pelakunya. Reaksinya terhadap sosok wanita yang ada di lokasi perjudian pada masa hari besar agama Islam ini jelas jadi bumbu untuk para audiens, sehingga mampu menarik simpati dari penonton terhadap operasi yang dilakukan Polres Cianjur.

Masih banyak contoh dari setiap episode “86” sampai hari ini dengan metode narasi yang sama, yaitu berbasis pada reaksi polisi terhadap temuannya di lapangan, dari perjudian, sampai gerebek pasangan muda di tengah malam.

Visual: Makin Dramatis, Makin Nikmat

Salah satu unsur utama lainnya dari program reality show ini adalah visual, yang didukung dengan editing-editing apik, dari pemilihan font, sampai visual effect.

Seperti yang sudah dibahas diatas, “86” juga menggunakan visual effect black and white dan teknik slow motion untuk menambah dramatisasi adegan. Narasi komandan didampingi frame flashback dengan efek black and white plus slow-mo dalam menjelaskan sosok wanita yang terlibat dalam penggerebekan sudah bisa memanjakan mata para audiens.

Efek black and white biasa digunakan pada segmen“untuk kembali ke masa lalu” atau flashback dalam tiap karya audiovisual untuk membedakan waktu dalam frame. Untuk teknik slow-motion, Pratista (2008) mengatakan bahwa teknik tersebut sangat beragam fungsinya, namun paling sering digunakan untuk sekedar menambah efek dramatisasi.

Framing dalam kamera juga turut mempengaruhi dramatisasi pada sebuah adegan, termasuk pengambilan angle kamera yang memiliki makna masing-masing.

Polwan menenangkan pelanggar lalu-lintas| 86 & Custom Protection NET via youtube.com

Pada episode 12 Juli 2017, terdapat segmen kepolisian lalu-lintas sedang menilang pengguna sepeda motor karena tidak menggunakan helm, dan tidak mempunyai Surat Izin Mengemudi. Seperti biasa, segmen diawali dengan pertanyaan polisi kepada pelaku mengapa melakukan hal tersebut dan menjelaskan konsekuensinya. Di akhir segmen, frame menunjukkan sang polisi sedang mencoba menenangkan pengguna sepeda motor yang menangis karena konsekuensi tersebut.

Baca juga: Fashion Photography: Bingkai Busana Manusia

Shot yang diambil dari kamera adalah medium close-up, dimana frame menunjukkan kedua wajah dan bahu polisi yang menunjukkan emosi dan body language kedua tokoh tersebut. Pembingkaian dari adegan tersebut bisa kita tarik kesimpulan bahwa sang polisi bersimpati dengan tangisan pelaku, didukung dengan percakapan polisi dengan pelaku di audio. Tentunya bakal nambahin sensai dramatis juga.

Dari adegan tersebut, polisi ditampilkan peduli dengan para pelaku dan melakukan tugasnya untuk mengamankan keselamatan pelaku agar tidak terjadi kecelakaan, tentunya adegan ini banyak ditemui di episode-episode “86” lainnya.

Beberapa unsur sinematografi tersebut juga didukung dengan adanya background music yang membangun emosi tense sampai keharuan di tiap episode, serta pengambilan latar tempat adegan diambil dengan malam hari sebagai waktu yang paling dominan dari tiap episode di “86”.

Citra “Tambahan” Polisi di Masyarakat

Program reality show yang menyajikan hiburan berdasarkan realita ini turut memperkuat cultivation theory, dimana Gerbner dan Gross (1976) mengungkap efek jangka panjang dari media massa seperti televisi. Teori ini menyatakan bahwa televisi dijadikan alat utama untuk menggambarkan realita sosial para audiens berdasarkan frekuensi menontonnya. Semakin sering dia menyaksikan televisi, semakin yakinlah dia bahwa realita yang ada sesuai dengan apa yang ia tonton di televisi.

Tayangan “86” ini menampilkan citra polisi selain penjaga keamanan dan ketertiban nasional sebagai “orangtua untuk anak”, sosok manusiawi, dan penegak nilai dan norma sosial masyarakat yang digambarkan melalui segmen-segmen penggerebekan kos-kosan, menegur pemuda keluyuran tengah malam, menyelenggarakan bakti sosial, sampai bersimpati pada pelanggar lalu lintas turut merajut citra-citra segar di masyarakat, yang kerap bertolakbelakang dengan kenyataan.

Penulis: Muhammad Alberian Reformansyah

Daftar Pustaka:

Miyarso, E., 2011. Peran Penting Sinematografi dalam pendidikan pada era teknologi Informasi & Komunikasi. Majalah Pendidikan.

Pratista, H., 2008. Memahami Film. Homerian Pustaka.

Gerbner, G. and Gross, L., 1976. Living with television: The violence profile. Journal of communication, 26(2), pp.172–199.

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Pesan dan Kanal
Pesan dan Kanal

Written by Pesan dan Kanal

Tempat nongkrong anak Komunikasi! Follow Akun Instagram kami juga @pesandankanal!

No responses yet

Write a response